Jumat, 17 Februari 2012

Kenakalan Sang Anak sangat memprihatinkan


JAKARTA – Kasus kejahatan yang melibatkan anak di bawah umur semakin memprihatinkan. Seorang siswa sekolah dasar (SD) di Depok, Jawa Barat, menusuk temannya sendiri hingga terluka parah.

Pelaku berinisial AMN, 12, siswa kelas 6 SD Negeri Cinere 1, Depok, kesal terhadap korban, SM, lantaran meminta telepon selulernya yang dicuri AMN dikembalikan. Kapolsek Limo, Depok, Kompol Sukardi menuturkan, pelaku menusuk korban hingga beberapa kali di bagian perut, tangan, paha, dan betis. “Korban hampir tewas, beruntung dia langsung dilarikan ke rumah sakit,” ujarnya kepada wartawan kemarin.

Kejadian bermula saat SM merasa kehilangan telepon seluler di kelasnya.Setelah beberapa hari, salah satu temannya bercerita bahwa telepon seluler milik SM telah dicuri AMN,bahkan sudah dijual. Lantaran tidak suka dengan ulah AMN, SM kemudian menegur siswa yang baru pindah dari Lampung itu.Merasa dendam, AMN kemudian menyambangi rumah SM di Jalan Haji Zailani, Limo, Depok dan mengajak korban berangkat sekolah bersama kemarin.

Sambil berjalan, tiba-tiba, sesampainya di Perumahan Bukit Cinere Indah,pelaku menusuk korban berkali-kali.“Di tempat itulah korban ditusuk sebanyak 8 kali oleh pelaku,” ungkap Kompol Sukardi. Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan warga sekitar yang sempat melihat kejadian tersebut. Oleh warga, korban dilarikan ke rumah sakit dan hingga kini masih menjalani perawatan.

Kompol Sukardi menuturkan, pelaku telah menyiapkan pisau tersebut untuk memberikan pelajaran kepada korban. AMN kini masih menjalani pemeriksaan intensif di Unit PPA Polres Depok. “Pelaku akan dites kejiwaan lantaran sudah merencanakan penusukan tersebut dengan membawa pisau dari rumah,”paparnya. Guru SD Negeri Cinere 1 Andi Sodikman tidak menyangka pelaku bisa bertindak seperti itu.Selama ini,siswanya itu terlihat baik-baik saja.

Pelaku merupakan siswa baru di SD Negeri Cinere 1 lantaran baru pindah dari Lampung Selatan sekitar enam bulan lalu. Dalam pandangan psikolog dari Universitas Indonesia Bagus Takwin,kekerasan dan tindak kriminalitas lainnya yang dilakukan anak di bawah umur bisa disebabkan beragam faktor. Kendati begitu, faktor lingkungan menjadi pengaruh terbesar anak di bawah umur melakukan tindakan yang melanggar hukum. Lingkungan itu bisa berasal dari rumah maupun sekolah.

“Untuk kasus kekerasan, bisa saja si anak itu mencontoh apa yang dilakukan orang dewasa. Orang dewasa itu bisa dari kerabat, keluarga, orang tua hingga tetangga. Namun, sekolah juga cukup berperan dalam hal ini,” ujarnya saat dihubungi SINDOkemarin. Saat ini, dia menjelaskan, banyak orang yang tidak memiliki kesadaran cukup untuk membantu memberikan pemahaman tentang kekerasan terhadap anak-anak yang berada di lingkungannya.

Padahal, anak-anak membutuhkan arahan dari siapa pun yang dijumpainya soal kekerasan, apalagi jika kekerasan itu dilihat langsung oleh si anak. Dia mencontohkan, jika saja seorang anak melihat atau bahkan berada dalam situasi perkelahian, seharusnya siapa pun orang dewasa yang berada di situ segera mengajak si anak untuk menghindarinya.

Bukan itu saja, setelah itu orang dewasa perlu menjelaskan mengapa si anak itu harus menghindari perkelahian tersebut. “Faktor imitasi menjadi poin penting.Pembiasaan yang tidak sengaja terjadi seharihari saja terkadang luput dari perhatian. Misalnya, seorang anak memiliki kebiasaan memukul barang saat merasa kesal. Namun hal ini didiamkan, ini bisa menjadi pembenaran bagi si anak untuk melakukan itu terhadap seseorang,” imbuhnya.

Adapun untuk tindak kriminalitas lainnya seperti pencurian, dia mengungkapkan, kebanyakan anak-anak melakukan hal ini dengan motif untuk kesenangan. Ini bisa terjadi karena anak-anak tidak dibiasakan untuk diberi kesenangan sesuai dengan cara mereka. “Jadi pada intinya yang harus dibenahi adalah aturan- aturan yang ada di lingkungan masyarakat. Sosialisasi dari rumah dan sekolah tentang tidak patutnya tindak kekerasan dan tindakan melawan hukum lainnya harus diberikan sedini mungkin,” katanya.

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh menegaskan,kasus penusukan oleh siswa SD di Depok merupakan puncak dari salahnya pendidikan lingkungan dan keluarga. “Jelas saya sangat prihatin dengan kasus ini mengingat usia setingkat dia sudah berani melakukan ini,” katanya. Dia melanjutkan, untuk usia setingkat itu, yang paling bertanggung jawab adalah orang tua ketika terjadi pelanggaran hukum lantaran kasus tersebut merupakan problem pengasuhan internal.

“Harusnya orang tua pelaku bertanggung jawab dan meminta maaf kepada orang tua korban,”ujarnya. Dia menambahkan, perbuatan pidana yang melibatkan anak di bawah umur juga butuh pendampingan khusus. Dengan demikian tidak bisa menyalahkan langsung ke anaknya. “Kalau alasan ekonomi yang meninggalkan anaknya sendiri tanpa pengawasan tentu bukan suatu pembenaran,” tegasnya. Dia berharap ada toleransi hukum terhadap kasus yang melibatkan anak di bawah umur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar